HINDARI KONTEN MARKETING YANG MENURUNKAN OMSET BISNIS ANDA

HINDARI KONTEN MARKETING YANG MENURUNKAN OMSET BISNIS ANDA

Kegagalan dalam berbisnis memang bukan hal yang diinginkan. Bahka kita berusaha keras untuk terus meningkatkan performa dari bisnis yang kita geluti, maka kita sangat memperhatikan betul pemasaran yang kita lakukan. Tetapi dalam perjalanannya, kita terkadang dihadapkan pada pilihan yang membingungkan, dan tidak jarang diantara kita justru malah gagal.

Kegagalan memang risiko, tapi dalam kegagalan itu pun ada pelajaran yang bisa kita ambil agar bisa lebih baik. Oleh Karena itu, Moograph tips ingin berbagi informasi tentang hal-hal apa saja yang sebaiknya kamu hindari dalam melakukan kegiatan marketing.

Hanya membuat konten tulisan

Srinivasa Raghavan dari Animaker dulunya menyajikan materi tentang teknik-teknik desain melalui berbagai artikel di blog. Pada awalnya, pengguna yang datang cukup banyak, namun mereka tidak berkembang. Hingga suatu hari, seorang guru bercerita bahwa murid-muridnya lebih suka belajar dari video animasi daripada membaca buku teks.

Solusi: Konten visual tidak hanya menarik untuk anak-anak, tapi juga orang dewasa. Gunakan video atau GIF untuk menyajikan konten pada pengguna. Lakukan eksperimen dan inovasi tiap tahun, maka jumlah penggunamu akan melejit hingga sepuluh kali lipat.

Membuat konten yang tidak dibutuhkan orang

Will Reynolds dari Seer Interactive pernah membuat konten tanpa mendengarkan permintaan konsumen. Ia juga tidak mencoba memanfaatkan search engine untuk mencari tahu apa yang diinginkan pasar.

Solusi: Jangan menulis konten kecuali dengan tujuan untuk membantu menyelesaikan masalah konsumen.

Mengincar viralitas

Chad Pollitt dari Native Advertising Institute berkata, “Tidak ada orang yang bisa membuat apa pun viral.” Terkadang viralitas berhasil, tapi terkadang juga tidak. Banyak faktor yang berpengaruh, dan salah satu yang terbesar adalah keberuntungan. Kamu tidak bisa bergantung pada keberuntungan.

Solusi: Jangan membuat konten dengan tujuan viral. Buatlah konten dengan tujuan bermanfaat.

Terpaku pada satu audiens

Chuck Hester dari T&T Creative melakukan kesalahan dalam menargetkan konten. Ia terlalu sering membagikan konten, serta selalu menyajikannya pada audiens yang sama. Ini bisa membuat audiens menjadi jenuh.

Solusi: Buat variasi tentang ke mana dan seberapa sering konten harus diterbitkan.

Tidak melakukan promosi konten

Scott Berinato dari Harvard Business Review bukan content marketer, tapi ia pernah bekerja dengan tim untuk memasarkan buku yang ia tulis. Kesalahan terbesar yang ia lakukan adalah ia mengira bahwa dengan karya yang berkualitas, audiens akan datang dengan sendirinya. Ternyata tidak.

Solusi: Butuh kerja keras untuk membuat orang tahu akan karya tulismu.

Tidak punya batasan proyek yang jelas

Kamu yang sering mengerjakan proyek (dan sering gagal atau terlambat) mungkin mengenal istilah scope creep atau feature creep. Ini adalah kejadian di mana lingkup sebuah proyek membesar tak terkendali karena terus-menerus mendapat tambahan pekerjaan di luar rencana awal. Erika Heald dari Erika Heald Marketing Consulting pun mengalaminya.

Solusi: Buat rancangan lingkup kerja yang jelas dan komprehensif. Semua orang yang terlibat dalam proyek harus punya persetujuan akan deliverable, jadwal, indikator sukses, serta titik akhir proyek.

Membuat keputusan berdasarkan asumsi

Saat pertama kali merintis usaha, Margaret Magnarelli dari Monster berasumsi bahwa mereka akan banyak membuat konten seputar pasar tenaga kerja. Tapi ternyata, dari hasil analitik, mereka menemukan bahwa para pengguna tidak peduli tentang hal-hal makro. Mereka lebih butuh informasi spesifik yang berhubungan dengan pencarian kerja.

Solusi: Setiap artikel (termasuk artikel berita) harus bisa menjawab sebuah pertanyaan: Apa manfaat yang bisa diambil pengguna darinya, dan aksi apa yang bisa serta mau pengguna lakukan dari artikel itu?

Tidak melakukan evaluasi

Jason Schemmel dari Harper Collins Christian Publishing dahulu sangat mementingkan jumlah konten di media sosial. Ia bertugas menangani lima brand berbeda, dan setiap hari harus membuat enam sampai delapan konten Facebook, tiga sampai empat konten Twitter, serta satu konten Instagram untuk tiap brand. Ia selalu dikejar target hingga tidak sempat mengevaluasi konten yang diterbitkan.

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *